SELAMAT DATANG di http://machfudzekoarianto.blogspot.com/

Selamat datang bagi teman-teman semuanya, mari kita berbagi ilmu di blog ini. mudah-mudahan blog ini bermanfaat bagi kita semua.

Selasa, 19 Januari 2010

Sedikit tentang vasektomi & tubektomi , pembiusan saat caecar

tubektomi adalah pengikatan / pemotongan tuba falopii kiri dan kanan pada wanita untuk mencegah transport ovum dari ovarium melalui tuba ke arah uterus.

vasektomi adalah pengikatan / pemotongan vas deferens kiri dan kanan pad pria untuk mencegah transport spermatozoa dari testis melalui vasa ke arah uretra. Dilakukan dengan cara operasi, dapat dengan operasi kecil (minor surgery).

Dilakukan dengan cara operasi (laparotomi / laparoskopi), dengan berbagai metode.
Efektifitas tinggi, reversibilitas rendah, sehingga disebut kontrasepsi mantap.

Tentang tubketomi dan Vasektomi, para ulama semua sudah sepakat untuk
mengharamkannya. Sebab dua cara itu secara permanen akan membuat
seseorang selamanya tidak mungkin lagi punya keturunan. Meski pun
dokter sudah menvonis bahwa seseorang yang sudah mengalami operasi
Caesar tiga kali tidak boleh hamil lagi, namun tidaklah menjadikan
tubektomi dan vasektomi menjadi boleh. Masih banyak teknis pencegahan
kehamilan lainnya yang tetap bisa menjadi. Hadaanallahu Wa Iyyakum
Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

Kalo mengenai pembiusan pada operasi ceasar. Zaman sekarang kemajuan
di bidang ilmu kedokteran membawa kemajuan pula pada tindakan caesar.
Buktinya, anestesi yang diberikan pun kini tidak menyeluruh. Dikenal
dengan anestesi epidural yang hanya digunakan sebagian. Jadi, dari
bagian pinggang ke bawah yang diberikan anestesi, sementara dari
bagian pinggang ke atas tidak. Dengan demikian si ibu masih tetap
sadar. Sehingga bisa menyaksikan para dokter yang tengah mengoperasi
dirinya. Bahkan, jika memungkinkan masih bisa mengobrol dengan
pasangan yang menemani. Kemudian mendengarkan suara tangis pertama
bayinya. Juga bisa menggendong dan memeluknya, sesaat setelah si bayi
dikeluarkan.

HEPATITIS

Hepatitis
Pengertian

Hepatitis A atau kita kenal “Sakit kuning” adalah penyakit berupa infeksi pada hati yang disebabkan “Virus Hepatitis A” ( VHA ) yang disebarkan oleh kotoran/tinja penderita. Bagi penderita Hepatitis A, masih bisa bersyukur karena dibanding Hepatitis B atau C yang resiko meninggalnya lebih tinggi. Perbandingan penderita Hepatitis A yang meninggal kira-kira 3-5 orang dari 1000 kasusnya.

Diagnosis

Untuk memastikan seseorang mengidap VHA, dilakukan tes darah yang menunjukkan positif terhadap antibodi virus tersebut. Tes lebih tepat bila kadar ALT (serum alanine aminitransferase)dan AST (asparaten aminotransferase) menunjukkan angka di atas normal.

Penyebab

Terinfeksi Hepatitis A biasanya dari orang dekat atau konsumsi makanan dan minuman yang mengandung VHA (Virus Hepatitis A). Biasanya yang paling sering adalah buah-buahan dan sayuran yang masih mentah sehingga terkontaminasi Hepatitis A. Lingkungan yang tidak higienis juga sangat berpengaruh. Kelompok yang rawan terinfeksi Hepatitis A adalah pecandu narkoba, penderita kronis hati yang berkepanjangan, dan peneliti yang bekerja di laboratorium. Asia Tenggara termasuk wilayah berisiko tinggi. Sedangkan di AS 1/3 penduduk pernah terinfeksi virus hepatitis A, termasuk anak-anak di pusat penitipan anak yang tertular lewat alat makan yang dipakai bersama.
Konsentrasi virus dalam kotoran penderita masih tetap tinggi 2 - 3 minggu setelah gejala penyakit muncul. Sedangkan air ludah dan cairan tubuh penderita mempunyai konsentrasi rendah. Virus hepatitis A /VHA bertahan hidup 3 - 4 jam dalam ruang suhu normal. Di sini peralatan makan atau makanan yang tercemar VHA dengan sendirinya akan mudah menularkan penyakit ini. Tapi tidak menutup kemungkinan, Hepatitis A bisa juga menular melalui kontak langsung, seperti melalui ciuman atau hubungan seksual.

Gejala

Gejala Hepatitis A biasanya muncul antara 2 – 6 minggu, seperti gejala flu, mual, diare, demam yang tinggi, kepucatan, lemah, lesu, pusing, air seni kemerahan, bagian bola mata dan kulit menjadi kekuningan, tinja pucat, dan perut sebelah kanan atas terasa sakit atau bebal. Pada beberapa kasus, seringkali terjadi muntah-muntah yang terus menerus sehingga menyebabkan seluruh badan terasa lemas. Namun, pada anak-anak kadang kala tidak timbul gejala yang mencolok.

Pencegahan

Lingkungan yang bersih akan mengurangi resiko terkena penyakit ini. Makanan yang direbus atau dimasak yang mencapai suhu 185°F (85°C) setidaknya selama 1 menit membuat virus menjadi tidak aktif. Makanan dan minuman tersebut tidak akan lagi mengandung virus Hepatitis A, kecuali sudah terkontaminasi setelah dipanaskan. Hepatitis A dapat mudah dicegah dengan menjadi kondisi badan tetap fit dan pembuangan lancar.

Langkah-langkah agar tidak terkena Hepatitis A :

1. Minum dari sumber yang sudah jelas

2. Tidak memakan masakan yang masih mentah

3. Buah-buahan dan sayuran yang belum dimasak

4. Menjaga kebersihan bak mandi, dan cuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makan dan minum atau sesudah melakukan sex.

5. Orang yang dekat mungkin harus menerima injeksi immunoglobulin

Sekarang ada vaksin yang diberi nama Twinrix keluaran SmithKline Beecham Inc, AS, terbuat dari VHA nonaktif yang diendapkan dalam larutan steril. Jadi bukan terbuat dari darah yang terinfeksi. Tubuh akan bereaksi terhadap virus nonaktif tersebut sehingga melindungi serangan VHA. Dapat mengurangi frekuensi kunjungan dokter dan mempertinggi angka cakupan vaksin, sehingga dapat menekan penyebaran virus hepatitis A dan B. Twinrix adalah vaksin kombinasi pertama di Indonesia yang diproduksi oleh GlaxoSmithKline.

Bagi wanita hamil, vaksinasi untuk Hepatitis A keamanannya belum diketahui. Namun, tidak ada bukti nyata yang dapat membahayakan janin atau pun ibu hamil. Jadi, resikonya sangat rendah.

Hasil penelitian menyatakan, vaksin ini efektif pada lebih dari 90% orang. Efek samping yang dialami sampai sakit parah atau kematian sangatlah kecil. Hanya sekitar 10% yang merasa kurang enak badan sehabis disuntik. Lebih aman mendapat vaksinasi daripada mendapat penyakit Hepatitis A. ”Vaksin ini untuk memberikan perlindungan terhadap dua penyakit sekaligus. Diberikan pada usia 2-15 tahun sebanyak 2 kali dengan interval bulan 0 ke 6. Orang dewasa diatas 15 tahun membutuhkan 3 dosis penyuntikan dengan interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan kemudian,” jelas Medical Advisor GlaxoSmithKline, Dr. Hendrajied. Efek proteksi baru terjadi paling tidak dua minggu setelah suntikan. Namun, belum diketahui berapa lama suntikan ini dapat memberikan proteksi terhadap VHA.Disarankan untuk melakukan vaksinasi jika berada pada lingkungan yang jumlah penderitanya banyak.

Perawatan

Selama 2 minggu setelah gejala pertama atau 1 minggu setelah penyakit kuning muncul. jangan terlalu banyak melakukan aktivitas.

Bagi penderita tidak ada pengobatan secara khusus pada Hepatitis A. Penderita harus beristirahat total ( 1 – 4 minggu) dan disarankan untuk memenuhi nutrisi tubuh bisa dengan cara mengkonsumsi vitamin, sehingga mereka tidak mendapat kerusakan hati yang terus-menerus. Menghindari kontak badan dengan nonpenderita dan diberi makanan cukup protein, tapi rendah lemak. Ketika menjadi enggan makanan, mereka bisa diberikan snack-snack atau makanan ringan untuk beberapa waktu pengganti makanan berat yang dapat membuat mereka menjadi sakit. Makanan yang mudah dicerna merupakan makanan paling aman. Pada umumnya, penderita biasanya lebih tidak memilih-milih makanan pada pagi hari daripada di siang hari.

Biasanya dokter menyarankan agar pasien mereka tidak meminum minuman beralkohol baik masa pemulihan. Bahkan sudah sembuh sekalipun, mereka diberitahukan agar jangan minuman alkohol jangan dicampur dengan obat, terutama Tylenol, karena ini akan menyebabkan kerusakan hati yang parah. Jenis-jenis minuman lainnya seperti kopi dan teh sebaiknya dihindari juga, karena kopi dan teh yang mengandung kafein secara kimia dimasukkan dalam kategori ‘obat’ yang akan mengalami proses detoksifikasi di hati (fungsi hati adalah menetralisir racun).

Bila dirawat di rumah, semua pakaian bekas dipakai, alat makan dan minum harus dicuci secara terpisah. WC sehabis digunakan penderita, dibersihkan dengan antiseptik. Mitos yang menyatakan, penderita sakit kuning harus makan banyak gula, tidak seluruhnya benar. Fungsi gula sebenarnya hanya menambah energi, agar kekuatan cepat pulih.

Obat tradisional yang disarankan adalah temulawak karena dapat mengobati gangguan hati, akan lebih baik lagi jika Anda bersedia mengolah sendiri rimpang temulawak dengan cara mengirisnya tipis-tipis setelah dibersihkan, lalu direbus dengan air. Rebusan inilah yang nanti diminum, bisa ditambahkan madu untuk memperbaiki rasa.

Komplikasi akibat hepatitis A hampir tidak ada, kecuali pada para lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit kronis hati atau sirosis.

Senin, 18 Januari 2010

Gangliosida Tingkatkan Fungsi Kognitif Bayi

GANGLIOSIDA dalam susu formula terbukti secara ilmiah memiliki kemampuan meningkatkan fungsi perkembangan kognitif otak bayi yang sama dengan gangliosida dalam air susu ibu (ASI).
Oleh karena itu, bila bayi tidak dapat memperoleh ASI karena berbagai hal secara eksklusif hingga berusia enam bulan, seyogianya bayi itu diberikan susu formula yang mengandung gangliosida dengan kadar mendekati gangliosida dalam ASI.

Kesimpulan ini didapat dari hasil penelitian yang dikerjakan ahli gizi asal Universitas Padjadjaran, Dr Dida Akhmad Gurnida SpA (K), saat mempertahankan disertasinya pada sidang ujian promosi doktor beberapa waktu lalu. Dengan disertasi berjudul “Optimalisasi Fungsi Perkembangan Fungsi Kognitif Bayi Usia 6 Bulan dengan Suplementasi Gangliosida dalam Susu Formula”, Dida dinyatakan lulus dengan nilai cum laude.

Gangliosida merupakan salah satu komponen dari membran sel manusia, terutama membran sel saraf dan otak. Terdapat banyak tipe gangliosida dalam ASI, tetapi hanya dua tipe yang dominan, yaitu monosialogangliosida 3 (GM3) dan disialogangliosida (GD3).

Dalam penelitiannya, Dida menggunakan gangliosida dari lemak susu yang memiliki struktur kimia sama dengan gangliosida dari ASI namun kandungannya berbeda. “Gangliosida merupakan senyawa yang berperan dalam proses pembentukan struktur dan fungsi sinaps, terutama dalam enam bulan pertama kehidupan, untuk meningkatkan fungsi perkembangan kognitif,” jelasnya.

Dida yang juga menjabat Wakil Kepala Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, meneliti dengan menggunakan studi murni pertama di Indonesia, yaitu metode double blind randomized clinical trial.

Sejumlah 59 bayi dibagi dua kelompok, yaitu 30 bayi diberi susu formula tanpa suplementasi gangliosida dan 29 bayi mendapat susu formula dengan gangliosida. Bersamaan dengan itu, 32 bayi dengan ASI eksklusif juga diteliti untuk mendapatkan baku emas.

Semua bayi dalam penelitian ini berusia 0–6 bulan. Pada masing-masing subjek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan perkembangan menggunakan instrumen perkembangan Griffith, dan pemeriksaan kadar gangliosida serum.

Penelitian dilakukan pada rentang Mei 2008 sampai Februari 2009 di Puskesmas Garuda Bandung, Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung, Klinik Tumbuh Kembang RS Internasional Santosa Bandung,dan Fonterra Research Centre Palmerson North, Selandia Baru.

”Penelitian menunjukkan suplementasi gangliosida pada susu formula 530 μg/100 ml, berpengaruh terhadap fungsi perkembangan kognitif atau IQ total, melalui peningkatan IQ koordinasi tangan dan mata, serta IQ performa,” ujarnya seusai menjalani sidang di Gedung Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Senin (11/1).

Menurut Dida, pengaruh gangliosida pada susu formula itu menyerupai yang diakibatkan gangliosida alami pada ASI. ”IQ total bayi usia enam bulan yang diberi susu formula disuplementasi gangliosida menyerupai fungsi perkembangan kognitif bayi yang mendapat ASI eksklusif selama enam bulan. Terjadi kenaikan klasifikasi IQ dari rata-rata menjadi di atas rata-rata, sekitar 20 persen,” tandasnya.

Meski demikian, Dida menegaskan gangliosida saja tidak cukup untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangan otak. Nutrisi mikro lain seperti protein, kolin, AA-DHA, seng, besi, tembaga, iodium, folat, dan vitamin A juga punya peran yang sama penting.

Nutrisi gangliosida secara alami juga dapat ditemui dalam ASI, daging, dan telur. Namun, gangliosida dalam ASI memiliki berbagai keunggulan, di antaranya mengandung kadar yang lebih tinggi serta dapat diserap dengan baik oleh pencernaan bayi.


Diketahui, berbagai penelitian menunjukkan tingginya manfaat ASI dalam meningkatkan fungsi kecerdasan bayi.Hal ini antara lain karena ASI mengandung gangliosida yang kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan air susu sapi.

“Saat ini produk susu formula yang dipasarkan hanya mengandung gangliosida dalam kadar yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan ASI. Dalam penelitian mengenai pemberian suplementasi gangliosida dalam jumlah yang sama dengan ASI menunjukkan peningkatan fungsi kognitif pada bayi,” tegas Dida.

Penelitian Dida ini menjawab keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Minuman (BPOM) No HK.00.05.1.52.3572 tahun 2008 tentang Penambahan Gizi dan Nongizi Dalam Produk Pangan, yang melarang zat gangliosida dicantumkan dalam produk pangan karena dianggap berbahaya.

Dalam Pasal 5 disebutkan, siapa pun dilarang menambahkan zat gangliosida pada produk pangan, termasuk susu formula. Namun, dalam Pasal 7 disebutkan pula larangan ini dapat dipertimbangkan untuk dicabut apabila terbukti secara ilmiah penggunaannya aman dan bermanfaat. Ketika ditanya apakah dengan keluarnya penelitian ini maka surat keputusan Kepala BPOM sudah tidak relevan lagi, Dida menjawab hal itu bergantung pada yang membuat peraturan.

”Penelitian saya menjawab larangan gangliosida oleh BPOM, tapi keputusan bergantung pada yang membuat aturan,” katanya. Dia mengaku sudah menyampaikan hasil penelitiannya kepada BPOM untuk ditindaklanjuti, tapi sampai saat ini belum ada respons.

Dida mengatakan, dengan diketahuinya pengaruh suplementasi gangliosida pada susu formula terhadap kognitif bayi maka dapat dijadikan dasar untuk pemberian susu formula yang mengandung gangliosida, dan produsen susu formula dapat memproduksi susu formula yang mengandung kadar gangliosida menyerupai kadar gangliosida dengan harga terjangkau.

Namun, dia menegaskan pemberian ASI eksklusif hingga umur dua tahun tetap merupakan jalan paling ampuh guna mendukung daya kembang anak.Selain meningkatkan kesehatan dan kepandaian, anak juga lebih stabil dan memiliki perkembangan sosial yang baik.

”Hal itu bisa dilakukan bila seorang ibu punya kesempatan memberikan ASI langsung kepada anaknya. Bila dalam keadaan sakit atau berhalangan, biasanya kebiasaan memberikan ASI eksklusif dilupakan,” kata Dida.

Untuk meminimalkan kerugian akibat hilangnya asupan nutrisi, pemberian susu formula yang telah ditambah gangliosida bisa menjadi alternatif. Ke depan, dia berharap hasil penelitian ini dapat digunakan semua produsen susu formula. Adanya penambahan gangliosida pada susu formula bisa membantu ibu yang sudah atau yang belum menyusui ASI secara eksklusif.

Ketua Tim Promotor Disertasi Prof Dr dr H Ponpon Idjradinata SpA (K), yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, mengatakan bahwa hasil penelitian ini tidak mengajak kaum ibu untuk menghentikan ASI eksklusif.
(Koran SI/Koran SI/tty)

Olahraga Ampuh Jaga Emosi Wanita

MENJELANG menstruasi, emosi wanita sering kali tidak stabil. Tanpa sebab, wanita tiba-tiba marah dan lebih senang menyendiri.

Menurut dr Boy Abidin, perubahan emosi wanita yang tidak stabil menjelang menstruasi adalah wajar. Saat itu wanita mengalami perubahan peningkatan hormonal. Fase ini disebut pre-menstruasi syndrome, yang biasanya terjadi 7-10 hari sebelum menstruasi.

”Untuk mengendalikan emosi, bisa dengan olahraga secara teratur. Jadi perubahan hormonalnya tidak terlalu fluktuatif. Intinya menjadi pola hidup sehat,” saran genekolog yang aktif memberikan penyuluhan seputar perilaku seksual pada remaja.

Sependapat dengan dr Boy, psikolog Ratih Ibrahim menambahkan, emosi wanita bisa diatur dengan mengonsumsi nutrisi yang benar. Misalnya, mengonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna, dan suplemen kesehatan.

”Olahraga merupakan kunci utama menjaga emosi wanita,” tukasnya.

Hidup Sehat Tanpa Sakit pada 2010

SEPANJANG 2009 berbagai masalah kesehatan terjadi di ibu pertiwi Indonesia tercinta. Masalah-masalah kesehatan yang muncul ini berhubungan dengan berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia pada tahun lalu.

Bencana alam masih mendominasi pada 2009 mulai dari banjir bandang Situ Gintung, gempa bumi di Jawa Barat dan Sumatera Barat, serta banjir yang terjadi di berbagai daerah. Bencana alam ini menyebabkan ribuan jiwa melayang dan puluhan ribu rumah hancur. Bencana alam membuat masyarakat tidak berdaya secara finansial dan mereka harus hidup di tempattempat pengungsian. Mereka hidup dengan kondisi lingkungan yang tidak layak sampai dapat membangun kembali rumah dan kehidupannya. Tentu kondisi lingkungan dan kemiskinan akibat bencana membuat kondisi kesehatan menjadi bertambah buruk.

Secara global dan juga berdampak di Indonesia adalah pandemik infeksi swine flu (influenza tipe A H1N1) walau pada akhirnya kasus di masyarakat, termasuk juga yang akan terjadi pada jamaah haji tahun 2009 tidak meningkat seperti yang diprediksi sebelumnya. Namun, penyakit baru ini harus diwaspadai di tingkat global yang juga pada akhirnya mungkin akan berdampak kepada kita

Penyakit infeksi yang cukup membuat kita trenyuh adalah peningkatan kasus filariasis di beberapa tempat di Indonesia ini, khususnya di Jawa Barat. Peningkatan kasus ini menunjukkan kita telah gagal mengatasi penyakit ini yang seharusnya angka kejadiannya sudah bisa ditekan sampai di bawah 1% dan pada kenyataannya saat ini masih di atas 10 persen. Saat ini Indonesia masih menjadi negara terbesar penyumbang kasus filiariasi dunia, selain India, Nigeria, dan Bangladesh.

Penyakit infeksi lain yang juga mendominasi adalah peningkatan kasus rabies, khususnya di beberapa daerah yang memang jumlah anjingnya relatif lebih banyak seperti di Pulau Bali. Belum lagi laporan selalu adanya kasus demam berdarah dan malaria yang terjadi sepanjang tahun. Demam berdarah dengue (DHF) masih menjadi endemis dan kasusnya selalu ditemukan sepanjang tahun, terutama di kota-kota besar.

Sampai saat ini untuk penanganan kasus TBC dan HIV/AIDS, kita masih belum optimal mengingat kasus yang ditemukan di tengah masyarakat semakin hari semakin banyak. Penyakit HIV/AIDS juga mengalami pertumbuhan yang pesat di Indonesia, dibandingkan pertambahan kasus HIV/AIDS tidak sepesat di negara tetangga.

Kita juga dikagetkan dengan meninggalnya beberapa selebriti dan tokoh nasional yang meninggal mendadak dan berhubungan dengan serangan jantung. Hal ini jelas berhubungan dengan gaya hidup masyarakat yang berubah sehingga penyakit degeneratif lebih banyak ditemukan pada usia yang lebih muda.

Peningkatan penyakit degeneratif ini berhubungan dengan gaya hidup masyarakat perkotaan yang cenderung mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang olahraga. Jika melihat permasalahan kesehatan yang muncul di permukaan sepanjang 2009 dapat disimpulkan bahwa permasalahan kesehatan yang timbul didominasi kasus infeksi, kasus-kasus penyakit degeneratif, dan kasus-kasus penyakit akibat bencana alam.

Peran pemerintah

Melihat kondisi kesehatan masyarakat saat ini, sudah sepatutnya komitmen pemerintah harus tinggi. Pemerintahan dengan kabinet baru tentu mempunyai semangat baru untuk memperbaiki keterpurukan yang terjadi ini. Konsep pengobatan gratis yang menjadi tren dan ujung tombak kabinet sebelumnya dan hal ini juga diikuti para penguasa di daerah ketika masa kampanye mereka seharusnya bisa digeser dengan program ”hidup sehat tanpa sakit” sehingga tidak perlu sering berobat ke rumah sakit walau pembiayaannya murah atau gratis. Untuk mengatasi masalah kesehatan ini, komitmen pemerintah harus tinggi dan harus menjadikan penanganan masalah kesehatan sejajar dengan masalah lain, seperti masalah politik, ekonomi, dan keamanan.

Upaya-upaya yang telah dilakukan bersifat reaktif saja seharusnya sudah ditinggalkan. Konsep pembangunan kesehatan adalah masyarakat hidup sehat tanpa sakit. Di sisi lain masalah desentralisasi juga merupakan salah satu faktor yang menjadi alasan kenapa masalah penanganan kesehatan tidak optimal. Pusat merasa bahwa masalah puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan rakyat adalah masalah daerah. Di sisi lain masyarakat juga berharap pusat dapat melak-sanakan programnya langsung ke daerah. Saat ini sebagian besar puskesmas, terutama yang di kota-kota besar, lebih berperan sebagai rumah sakit kecil ketimbang sebagai ujung tombak pembangunan.

Pemerintah daerah termasuk jajaran kesehatan sepertinya lupa bahwa diadakannya puskesmas, baik di tingkat kelurahan maupun kecamatan, bukan saja sebagai pusat pelayanan kesehatan pertama, tetapi puskesmas juga bisa berperan sebagai ujung tombak pembangunan dan pusat pemberdayaan masyarakat untuk dapat hidup mandiri, khususnya di bidang kesehatan.

Antisipasi berbagai bencana harus dilakukan mengingat tahun depan pun bangsa ini tidak bisa terhindar dari berbagai bencana alam. Masyarakat harus diberdayakan untuk siap menghadapi bencana. Tim bantuan untuk menanggulangi bencana, baik dari unsur pemerintah dan masyarakat, termasuk institusi pendidikan harus selalu siap dan tetap dalam koordinasi pemerintah jika sewaktu-waktu terjadi kembali bencana alam.

Keadaan ini bisa berubah, target- target pembangunan kesehatan harus jelas untuk memperlambat pertambahan penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit noninfeksi, termasuk penyakit degeneratif dan termasuk penyakit akibat gangguan jiwa karena faktor stres.

Terkenalnya bangsa ini akibat terjadinya peningkatan kasus-kasus filiariasis, rabies, malaria, demam berdarah, TBC dan HIV/AIDS harusnya bisa diubah.
Program pembangunan kesehatan seharusnya tidak saja indah di atas kertas, tapi juga harus dilaksanakan. Puskesmas harus lebih diberdayakan untuk melaksanakan peran sebagai ujung tombak pembangunan dan pusat pemberdayaan masyarakat.

Jika komitmen untuk memfungsikan puskesmas sudah ada, pasti akan terus diupayakan untuk selalu mencukupi tenaga-tenaga kesehatan bekerja di puskesmas, termasuk di daerah-daerah terpencil. Anggaran yang diberikan untuk masalah kesehatan, baik di pusat maupun di daerah, jangan melulu untuk proyek-proyek pengobatan gratis, tetapi juga membuat program bagaimana masyarakat tetap sehat dan tidak sakit. Situasi politik yang menghangat akhir-akhir ini yang diduga berhubungan dengan manipulasi uang yang cukup besar, juga sebaiknya tidak melibatkan gerakan massa sehingga masyarakat tetap fokus untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya. Korupsi memang harus diberantas karena akibat korupsi uang rakyat menjadi terampas dan hak-hak rakyat menjadi terkoyak.

Bagaimana dengan masyarakat?

Pada kondisi yang serba-terbatas dan dukungan pemerintah yang kurang optimal, akhirnya masyarakat harus mampu untuk mempersiapkan dirinya sendiri. Hidup bersih dan selalu mengonsumsi buah serta sayur-sayuran dan melakukan olahraga teratur dan istirahat yang cukup merupakan gaya hidup yang selalu dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Berhenti merokok, tidak mencoba narkoba dan tidak minum minuman beralkohol serta hanya berhubungan seks dengan suami atau istri yang sah juga seharusnya menjadi tren kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah tentu harus mendukung dengan program-programnya agar masyarakat bisa hidup lebih sehat.

Budaya gotong-royong harus dihidupkan kembali. Kegiatan-kegiatan kerja bakti baik di masyarakat dan di sekolah harus dihidupkan kembali. Masyarakat harus mampu bergerak sendiri. Masyarakat sebaiknya berkemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan seputar mereka dan mampu mengomunikasikannya dengan petugas kesehatan, terutama yang berada di puskesmas.

Saat ini di mana lapangan pekerjaan yang terbatas banyak ibu yang tidak bekerja dan hanya berada di rumah mengurus rumah tangga dan rasanya mereka tersebut masih bisa berbagi waktu untuk sesama. Harus diciptakan para kader kesehatan yang bisa menjadi motivator untuk selalu berbudaya hidup sehat.

Upaya-upaya hidup sehat dan bersih harus selalu tertanam di dalam masyarakat dalam rangka mewujudkan konsep ”pencegahan penyakit lebih baik daripada mengobati”. Masyarakat harus dimotivasi untuk bisa berdiri sendiri tanpa menunggu bantuan dari luar untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit tersebut. Pada akhirnya, komitmen kita semua harus tinggi untuk memperbaiki permasalahan kesehatan yang kadang kala tidak menjadi prioritas ini.


Oleh: Dr H Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM PB-PAPDI
(Koran SI/Koran SI/tty)

MAKALAH MALPRAKTIK MEDIS

Oleh : Machfudz eko arianto

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini sering kali diidentikan dengan kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter dan dokter gigi. Sebaiknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat berhasil berkelebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya untuk menyembuhkan, dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran tidak selalu identik dengan kegagalan tindakan.
Setiap penyelenggara praktik kedokteran, kegagalannya dianggap suatu mal praktik kedokteran, yang menuntut pertanggungjawaban dokter dan dokter gigi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertayaannya, apakah yang dimaksud dengan malpraktik? Apakah mal praktik dikenal dalam sistem hukum positif serta malpraktik diatur dimana saja?

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahnya sebagai berikut:
1. Bahwa masyarakat belum mengetahui apa sesungguhnya itu malpraktik
2. Bahwa masyarakat dewasa ini kurang percaya dengan dokter

C. BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis akan memberikan batasan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Pengertian malpraktik
2. Memahami bagaimana tugas dokter
3. Bagaimana hubungan yang baik antara dokter dan pasien
4. Bagaimana aspek hokum itu dalam kesehatan

D. TUJUAN
Adapun tujuan penulis untuk membuat makalah ini adalah:
1. Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui apa itu malpraktik
2. Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui etika profesi dokter
3. Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui bagaimana hubungan yang baik antara dokter dan pasien
4. Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui bagaimana tugas dokter
5. Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui bagaimana aspek hokum dalam kesehatan

E. METODE PENELITIAN
Adapun metode yang penulis lakukan adalah metode pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan malpraktik


BAB II
PEMBAHASAN

A. MALPRAKTIK
Malpraktik bila diartikan berdasarkan arti kata berasal dari kata “malpractice” atau “bad practice” yang berarti dalam tatanan bahasa Indonesia yaitu praktik yang jelek atau buruk.
Menurut teori dan doktrin, sesuatu tindakan praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik dokter dilihat dari 3 aspek/hal:
1. Intensional Professional Misconduct, yaitu bahwa seorang dokter atau dokter gigi dinyatakan bersalah/buruk berpraktik, bilamana dokter tersebut dalam berpraktik melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar dan dilakukan dengan sengaja. Dokter yang berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan tidak ada unsur kealpaan/kelalaian. Misalnya seorang dokter atau dokter gigi sengaja membuat keterangan palsu atau tidak sesuai dengan diagnosis ataupun memang sama sekali tidak melakukan pemeriksaan. Seorang dokter membuka rahasia pasien dengan sengaja tanpa persetujuan pasien ataupun tanpa permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang. Seorang dokter melakukan aborsi tanpa indikasi medis (illegal).
2. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian) yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang karena kelalaiannya (culpa) yang mana berakibat cacat atau meninggalnya pasien. Seorang dokter atau dokter gigi lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan keilmuan kedokteran, maka hal ini masuk dalam kategori malpraktik, namun juga hal ini sangat tergantung terhadap kelalaian yang mana saja yang dapat dituntut atau dapat dihukum, hal ini tergantung oleh hakim yang dapat melihat jenis kelalaian yang mana. Misalnya dokter sebelum melakukan tindakan medis seharusnya melakukan sesuatu terlebih dahulu namun itu tidak dilakukan atau melakukan sesuatu tapi tidak sempurna.
3. Lack of Skill yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis tetapi diluar kompetensinya atau kurang kompetensinya. Misalnya, dokter cardiofaskuler melakukan operasi tulang.
Ketiga hal tersebut diatas itulah berdasarkan teori masuk kategori malpratik namun bagaimana secara yuridis atau aturan hukum positif kita. Dalam undang-undang kesehatan maupun dalam undang-undang praktik kedokteran tidak ada satu kata pun yang menyebut kata malpraktik. Pada undang-undang kesehatan menyebut kesalahan/kelalaian yang dilakukan dokter atau doker gigi dan dalam undang-undang praktik kedokteran menyebut kata kesalahan saja. Begitu pula dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun kitab undang-undang hukum perdata hanya menyebut kata kesalahan dan kelalaian.
Bilamana kita menelaah dan mengkaji tentang malpraktik dalam hukum positif kita, maka dapatlah dikatakan bahwa malpraktik yang dimaksud itu adalah perbuatan-perbuatan yang jelek atau buruk yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang dikarenakan karena adanya kesalahan atau kelalaian oleh dokter atau dokter gigi yang berakibat cacatnya pasien atau matinya pasien ataupun akibat lain terhadap pasien.

B. MALPRAKTEK MEDIS, KESENJANGAN MAKNA ANTARA DOKTER DAN PASIEN
Sudah banyak yang mencoba memberikan berbagai ulasan tentang malpraktik kedokteran agar masyarakat makin paham (atau malah makin bingung ?). Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri. Namun banyaknya kejadian laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun. Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien, lalu dianggap malpraktik, dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan.
Berikut adalah beberapa definisi yang mungkin bisa membantu untuk membedakan perihal malraktik ini.
Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan.
Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medik. Malpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien
Perbedaan kedua istilah di atas sangat jelas. Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik. Jadi, apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal, apakah dokter tersebut dikatakan lalai? Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai, apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktik?
Kelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, dr Marius Widjajarta, SE., yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran. Menurut beliau, yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia), adalah standar 100 penyakit. Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik, mana yang kelalaian, bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan. Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di Indonesia.
Permasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya. Namun, tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal. Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik, pasti hak pasien akan diterima kembali. Oleh karena itu, pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan, sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu, tenaga, dan materi.
C. MEMAHAMI TUGAS DOKTER
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama yaitu:
1. Keterampilan komunikasi efektif.
2. Keterampilan klinik dasar.
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran.
4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.
5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.
6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.
Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah “kemampuan dasar” seorang “dokter” yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut “basic medical doctor”.
Tugas seorang “dokter” adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
A. Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
B. Memberikan terapi untuk kesembuhan penyakit pasien.
C. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit.
D. Menangani penyakit akut dan kronik.
E. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
F. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
G. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS dan memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
H. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
I. Memberikan nasihat untuk perawatan dan pemeliharaan sebagai pencegahan sakit.
J. Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, pengobatan pasien sekarang harus komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dokter berhak dan juga berkewajiban melakukan tindakan tersebut untuk kesehatan pasien. Tindakan promotif misalnya memberikan ceramah, preventif misalnya melakukan vaksinasi, kuratif memberikan obat/ tindakan operasi, rehabilitatif misalnya rehabilitasi medis.
K. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
L. Mawas diri dan mengembangkan diri/ belajar sepanjang hayat dan melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran.
M. Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan Surat Keterangan Sakit dan Surat Keterangan Berbadan Sehat setelah melakukan pemeriksaan pada pasien.
Terminologi “dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan peran-peran eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifaan, mewujudkan “kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan realitas dimana dia berada. Dengan tetap mengindahkan tanggung jawab dispilin keilmuan, maka entitas dokter haruslah mampu mempertemukan konsepsi dunia kedokterannya dengan realitas masyarakat hari ini.
Maka adalah penting memahami secara benar konsepsi dan melakukan pembacaan terhadap realitas yang terjadi didepan mata kita. Jika kita bawa pada paradigma kedokteran, maka konsepsi dunia kedokteran adalah humanisasi, sosialisme, penghargaan atas setiap nyawa, pembelajaran dan peningkatan kualitas hidup, keseimbangan hak dan kewajiban tenaga medis dengan pasien.
Sebagai kaum intelektual, yang setiap saat mengkonsumsi pengetahuan akan kehidupan sains, sosial, keadilan, kebenaran dan fungsi-fungsi peradaban, maka profesi dokter memiliki tanggung jawab intelektual yang tidak boleh dinafikkan, selain karena profesi ini telah menjelma menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, juga karena intelektualitas merupakan salah satu parameter pencerahan kehidupan yang didalamnya terkandung rahmat sekaligus amanah bagi yang memilikinya.
Berdasarkan tinjauan historisnya, dunia kedokteran (pengobatan) pada awalnya dipandang sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, sehingga dengan asumsi tersebut, maka orang-orang yang terlibat dalam proses hidup dan berlangsungnya dunia kedokteran kemudian dinisbahkan sebagai orang-orang yang juga memiliki kemuliaan; baik pada kata, sikap maupun tabiat yang dimilikinya. Dengan memandang profesi kedokteran sebagai pekerjaan yang senantiasa bergelut untuk menutup pintu kematian dan membuka lebar-lebar kesempatan untuk dapat mempertahankan dan meneruskan hidup seseorang, maka berkembanglah kesepakatan sosial (social aggrement) akan urgensi dari ilmu kedokteran sebagai salah satu prasyarat utama untuk dapat mempertahankan hidup.
Pada akhirnya, lambat namun pasti, profesi kedokteran seakan menjadi ilmu pengetahuan utama (master of science), dimana setiap dokter dipandang sebagai seorang jenius dan tahu segalanya dan semua orang akan berusaha menjadi dan memegang peran besar dalam pekerjaan terhormat ini.
Profesi kedokteran dianggap sebagai sebuah seni (art) dalam kehidupan, karenanya tidak setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan kecakapan akan tindakan-tindakan medis, walaupun itu hanya tindakan medis sederhana yang dapat dimiliki oleh setiap orang saat ini.
Dengan semakin bertambahnya kompleksitas kehidupan manusia, maka ragam lingkup ilmu pengobatan (kedokteran) menjadi terdesak untuk melakukan pengembangan dan peningkatan kualitas, sesuai dengan kompleksitas objek pengobatan yang dijumpai dalam realitas.
Maka mulailah terjadi proses desakralisasi ilmu kedokteran (pengobatan), dimana setiap orang memiliki kesempatan untuk dapat memahami dan memilikinya, tentunya setelah menyanggupi syarat-syarat yang diajukan, melalui proses pendidikan yang lebih sistematik. Pada aras yang lain, pengembangan ilmu pengobatan yang sudah ada sebelumnya menjadi bagian yang tak terpisahkan, mulailah dilakukan penelitian-penelitian (medical research) dengan menggunakan teknologi modern, untuk menyempurnakan pengetahuan pengobatan yang telah ada
D. ETIKA PROFESI SENAGAI LANDASAN MORAL BEKERJANYA DOKTER
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.
Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari (a) semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif, (b) semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi, (c) komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan (d) provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.
• Etik Profesi Kedokteran
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.[1]
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.
• Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :
1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan
2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada hukum pidana ataupun perdata. Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal).[2] Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya di”sah”kan dengan tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).
Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.5
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect. Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik. [3]
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
Pengalaman MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta 1997-2004 (8 tahun)
Dari 99 kasus yang diajukan ke MKEK, 13 kasus (13 %) tidak jadi dilanjutkan karena berbagai hal – sebagian karena telah tercapai kesepakatan antara pengadu dengan teradu untuk menyelesaikan masalahnya di luar institusi. Selain itu MKEK juga menolak 14 kasus (14 %), juga karena beberapa hal, seperti : pengadu tidak jelas (surat kaleng), bukan yurisdiksi MKEK (bukan etik-disiplin, bukan wilayah DKI Jakarta, etik RS, dll), sudah menjadi sengketa hukum sehingga sidang MKEK dihentikan. Dengan demikian hanya 74 kasus (75 %) yang eligible sebagai kasus MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta.
Dari 74 kasus yang eligible tersebut ternyata sidang MKEK menyimpulkan bahwa pada 24 kasus diantaranya (32,4 % dari kasus yang eligible atau 24 % dari seluruh kasus pengaduan) memang telah terjadi pelanggaran etik dan atau pelanggaran disiplin profesi. Namun perlu diingat bahwa pada kasus-kasus yang dicabut atau ditolak oleh MKEK terdapat pula kasus-kasus pelanggaran etik, dan mungkin masih banyak pula kasus pelanggaran etik dan profesi yang tidak diadukan pasien (fenomena gunung es).
Dari 24 kasus yang dinyatakan melanggar etik kedokteran, sebagian besar diputus telah melanggar pasal 2 yang berbunyi “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”.
Pasal lain dari Kodeki yang dilanggar adalah pasal 4 yang berbunyi “Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”, pasal 7 yang berbunyi “Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”, dan pasal 12 yang berbunyi “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal”.
Apabila dilihat dari cabang keahlian apa yang paling sering diadukan oleh pasiennya adalah : SpOG (24), SpB (17), DU (14), SpPD (10), SpAn (7), SpA (4), SpKJ (3), SpTHT (4), SpJP (2), SpM (2), SpP (2), SpR (2) kemudian masing-masing satu kasus adalah SpBO, SpBP, SpBS, SpF, SpRM, SpKK, SpS dan SpU. Mereka pada umumnya bekerja di rumah sakit atau klinik ( 90 % ), bukan di tempat praktek pribadi.
Dan apabila dilihat dari sisi pengadunya, maka terlihat bahwa pada umumnya pengadu adalah pasien atau keluarganya, tetapi terdapat pula kasus-kasus yang diajukan oleh rumah sakit tempat dokter bekerja dan oleh masyarakat (termasuk media masa).
Dari sisi issue yang dijadikan pokok pengaduan, atau setidaknya terungkap di dalam persidangan, dapat dikemukakan bahwa menduduki tempat teratas adalah komunikasi yang tidak memadai antara dokter dengan pasien dan keluarganya. Kelemahan komunikasi tersebut muncul dalam bentuk : kurangnya penjelasan dokter kepada pasien – baik pada waktu sebelum peristiwa maupun sesudah peristiwa, kurangnya waktu yang disediakan dokter untuk dipakai berkomunikasi dengan pasien, komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien.
Ditinjau dari sisi sanksi yang diberikan dapat dikemukakan bahwa pada umumnya diberikan sanksi berupa teguran lisan atau teguran tertulis. Terdapat dua kasus diberi sanksi reschooling. Tidak ada yang memperoleh sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktek.
Dari sekian banyak yang ditolak oleh MKEK terdapat kasus-kasus sengketa antar dokter, sengketa dokter dengan rumah sakit, dan surat kaleng; sedangkan mereka yang mencabut kasusnya umumnya tidak diketahui alasannya, hanya sebagian yang menyatakan sebagai akibat dari upaya damai.
E. HUBUNGAN DOKTER PASIEN
“Komunikasi yang baik dengan pasien akan menghasilkan diagnose yang baik terhadap penyakit yang diderita si pasien”. Demikian kata drg Rina Agustin, yang tercatat sebagai dokter di Rumah Sakit Umum Ujung Berung, Bandung. Komunikasi, diakuinya sebagai sebuah kegiatan yang maha penting bagi seorang dokter dan jajaran medis. Dengan memahami komunikasi, hubungan antara dokter dengan pasien akan menjadi lebih baik. Ini terutama kaitannya dengan fungsi pengobatan bagi si pasien itu sendiri. Dalam beberapa hal, kegiatan komunikasi antara dokter dengan pasien ini, memang telah menjadi sebuah prosedur tetap yang semestinya dilakukan oleh para dokter. Salah satu kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter dengan pasien adalah untuk mengetahui riwayat penyakit yang diderita oleh si pasien, istilah ini dalam dunia kedokteran disebut dengan anamnesa. Dalam kegiatan anamnesa (penggalian data-data terhadap si pasien), akan diketahui bagaimana sesungguhnya riwayat perjalanan penyakit yang selama ini pernah diderita oleh si pasien. Dalam kegiatan anamnesa, seorang dokter harus teliti bertanya
kepada si pasien, tentang macam-macam penyakit yang selama ini dideritanya. Bisa dibayangkan, jika seorang dokter tidak suka berkomunikasi dengan pasiennya, bagaimana mungkin sebuah riwayat penyakit yang dimiliki oleh seorang pasien bisa terungkap. Kegiatan anamnesa, merupakan kegiatan pertama dan utama dari urutan pemeriksaan seorang dokter terhadap pasiennya. Kegiatan ini justru harus dilakukan pertama sekali, sebelum si dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap si pasien. Menurut Dokter Heny Khaerani, dokter lainnya yang juga bertugas di RS Ujung Berung, “dalam kegiatan anamnesa ini, akan terlihat jika si dokter memang suka berkomunikasi, maka dia akan secara detail bertanya kepada si pasien tentang berbagai penyakit yang pernah dideritanya selama ini”. Data-data tentang penyakit yang pernah diderita si pasien ini sangat diperlukan oleh seorang dokter untuk mengetahui kondisi kesehatan si pasien. Masalahnya adalah, belum semua dokter menyadari akan pentingnya proses anamnesa ini sehingga riwayat perjalanan penyakit si pasien tidak terungkap secara lengkap. Urutan berikutnya setelah dilakukan anamnesa terhadap pasiennya, kemudian si dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, yang kemudian akan menghasilkan sebuah diagnosa, sebelum akhirnya dilakukan tindakan (teraphy) terhadap penyakit yang diderita oleh si pasien. Jika komunikasi antara dokter dengan pasien tidak dilakukan secara lengkap dan detail, bagaimana mungkin seorang dokter akan menghasilkan sebuah diagnose yang tepat terhadap pasiennya. “Bisa saja akibat komunikasi yang kurang intensif antara dokter dengan pasien, menyebabkan salah diagnosa terhadap tindakan yang harus diambil terhadap pasien tersebut,” kata Dokter Mulyadi yang juga bertugas satu ruangan dengan Dokter Rina dan Dokter Heni. Komunikasi yang dilakukan dokter ketika melakukan praktek
kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasienya, paling tidak dilakukan dengan dua kategori, yakni komunikasi antara dokter dengan pasien dan komunikasi antara dokter dengan paramedis. Kedua kategori itu masing-masing memiliki makna dan peran yang sangat penting. Komunikasi yang dilakukan dokter kepada jajaran paramedis, kaitanya dengan tindakan dokter yang harus dilakukan. Ini disebabkan karena para medis (juru rawat, petugas kesehatan, dll) stasusnya sebagai asisten dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Peran paramedis juga memegang peran yang sangat penting, sebab jika komunikasi di antara keduanya tidak dilakukan secara efektif maka mungkin saja akan terjadi salah persepsi atau salah komunikasi (miss communication). Menurut Eti Rohaeti dan Iis Sutiarsih, dua perawat yang ada satu ruangan dengan Dokter Rina, komunikasi antara dokter dengan paramedis harus terbuka dan saling percaya. Hal ini penting, karena setiap instruksi yang diminta oleh dokter –terutama berkaitan dengan tindakan terhadap pasien, akan sangat membantu tingkat kesembuhan si pasien itu sendiri. Oleh karena itu, dalam menjalin komunikasi dengan dokter di ruangannya, suster Eti dan Iis, selalu menjalinnya dengan saling percaya. 20 Dokter yang bijak adalah yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien. Mau mendengarkan keluhan pasien, menjawab pertanyaan dan menjelaskan situasi pasien, memberi nasihat cukup tidak sekadar memberi resep sehingga pasien merasa puas. Kemampuan berkomunikasi merupakan inti dari pekerjaan dokter. Kepandaian sebenarnya nomor dua saja. Pasalnya, 60 persen pasien sebenarnya tidak sakit, tetapi mengalami kelainan fungsional. Hanya 40 persen yang benar-benar sakit, itu pun 20 persen sembuh sendiri. Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan pengetahuan tersebut ia memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan. Kekurangpengetahuan tentang penyakit yang diderita akan mengakibatkan tidak terkendalinya proses perkembangan penyakit, termasuk deteksi dini adanya komplikasi penyakit. Kosa dan Robertson menyatakan bahwa perilaku kesehatan dimotivasi oleh kebutuhan psikologi individu untuk mengurangi kekhawatiran yang disebabkan oleh adanya ancaman dari suatu penyakit, salah satu kebutuhan psikologis tersebut yaitu penerapan pengetahuan sendiri terhadap kesehatan. Mechanic mencatat salah satu dari sepuluh tipe variabel yang menentukan perilaku kesehatan adalah informasi yang tersedia, pengetahuan, kebudayaan serta pandangan orang yang menilai. Pada bagian al in, Cumming menyebutkan salah satu dari berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan penyakit (Muzahan, 1995). Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan perawatan mempunyai peran yang besar terhadap peningkatan pengetahuan pasien terhadap penyakit. Interaksi perawat dengan pasien memfasilitasi proses transfer pengetahuan maupun informasi tambahan yang belum dimengerti oleh pasien. Diskusi yang dilakukan berorientasi pada pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya, dengan adanya pemahaman pasien diharapkan pasien akan kolaboratif dan patuh dalam menjalankan program pengobatan. Ketika seseorang berinteraksi dengan dunia luar, selalu ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilakunya, bahkan terhadap dirinya sekali pun. Pandangan dan perasaan seseorang terpengaruh oleh ingatannya pada masa lalu, oleh apa yang ia ketahui dan kesannya kita terhadap apa yang sedang ia hadapi saat ini (Azwar, 2002). Pengalaman seseorang pada masa lalu akan membawa pada sikap yang terbuka atau tertutup terhadap dorongan dari orang luar. Keberhasilan komunikasi terapeutik dapat dipengaruhi oleh sikap pasien terhadap dirinya sendiri maupun pada petugas kesehatan. Pada bagian lain, proses penerimaan masing-masing individu dalam membangun kepercayaan dengan perawat akan sangat bervariasi. Oleh karenanya komunikasi terapeutik merupakan pengalaman belajar dan juga pengalaman koreksi terhadap emosi pasien (Nurjannah, 2001). Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan (Murphy, 1997). Sacket (1978) menyatakan kepatuhan adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet, kebiasaan hidup sehat, dan ketepatan berobat. Menurut Kelman (cit. Sarwono, 1993) sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi kemudai n menjadi internalisasi. Mula-mula individu mematuhi anjuran/interaksi petugas tanpa kerelaan untuk memberikan tindakan tersebut dan sering menghindar, hukuman/sangsi jika dia tidak patuh untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut, tahap ini disebut tahap kepatuhan (compliance). Pritchard (1986) menyatakan hubungan komunikasi dengan
kepatuhan merupakan variabel intermediet dari mengerti, kepuasan, dan memori. Membangun suatu kepatuhan tergantung pada dua faktor disengaja atau tidak dan biasanya didasari informasi yang benar harus selalu diberikan pada pasien yang tidak patuh pada pelayanan medis yang mungkin secara langsung membantu mengingatkan kembali. Sejak dia dipercaya dan patuh dengan nasehat, dia akan mengikuti pengalaman kesehatan masa lampau oleh karena perubahan perilaku memerlukan banyak teknik persuasive. Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter dan ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan. Salah satu strategi untuk meningkatkan ketaatan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter maupun perawat dengan pasien. Perilaku responden meningkat cukup berarti setelah pemberian intervensi komunikasi terapeutik. Secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna setelah pemberian komunikasi terapeutik terhadap perilaku pasien diabetes melitus. Menurut Prochasca, et al. (1992), perubahan di dalam perilaku akan terganggu apabila terjadi peningkatan perubahan psikologis. Sentuhan lebih dalam dan kecermatan dari sebelum perbaikan, akan menimbulkan aksi perangkat perilaku baru. Menurut Purwanto (1998) perilaku pasien adalah dorongan yang ada dalam diri pasien untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam dirinya. Sementara itu, Sarwono (1993) menyebutkan bahwa perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan praktek. Sehingga dalam penelitian ini perilaku pasien disusun oleh tiga variabel konstruk, yaitu:
(1) pengetahuan pasien tentang penyakit yang diderita;
(2) Sikap pasien terhadap penyakit yang diderita dan program pengobatan; serta
(3) kepatuhan pasien dalam pengobatan.

F. ASPEK HUKUM DALAM KESEHATANAN
Pelayanan kesehatan yang diberikan seorang dokter kepada pasien merupakan tindakan profesi kedokteran. Tindakan kedokteran merupakan suatu tindakan yang penuh dengan risiko. Risiko tersebut dapat terjadi disebabkan oleh sesuatu yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya atau risiko yang terjadi akibat tindakan dokter yang salah. Diaktakan tindakan salah apabila dokter tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar profesi medik & prosedur tindakan medik. Apabila seorang dokter melakukan tindakan salah, maka dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan tindakan malpraktik, sehingga dapat menyangkut aspek hukum pidana.
Dokter adalah suatu profesi yang mulia & memiliki persyaratan tertentu karena dalam pelaksanaan profesi ini penuh dengan risiko. Persyaratan tertsebut meliputi persyaratan teknis yang berkaitan dengan kemampuan (berkaitan dengan ‘basic science’ serta ketrampilan teknik) serta persyaratan yuridis, berkaitan dengan kompetensi. Profesi dokter mengandung risiko tinggi karena bentuk, sifat & tujuan tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter dapat berpotensi menimbulkan bahaya bagi seseorang. Menurut Bernard Barber, dalam suatu profesi terkandung essensi, yaitu membutuhkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang hanya dapat dipelajari secara sistematik dengan orientasi primernya lebih ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Dalam profesi juga memiliki mekanisme kontrol terhadap perilaku dari pemegang profesi tersebut & memiliki sistem penghargaan.
Undang-undang memberikan kewenangan secara mandiri kepada dokter untuk melakukan & bertanggung jawab dalam melaksanakan ilmu kedokteran menurut sebagian atau seluruh ruang lingkupnya serta memanfaatkan kewenangan tersebut secara nyata. Seorang dokter dinyatakan melakukan kesalahan profesional apabila melakukan tindakan yang menyimpang dari hal-hal tersebut di atas atau lebih dikenal sebagai malpraktik. Beberapa faktor penyebab terjadinya kesalahan tidak disengaja dalam pelaksanaan profesi dokter, yaitu kurang pengetahuan, kurang pengalaman & kurang pengertian dari dokter yang bersangkutan. Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan penentuan diagnosis & tindakan yang harus diambil.
Malpraktik merupakan kesalahan profesi yang sebenarnya bukan hanya kesalahan yang dibuat oleh profesi dokter saja, namun demikian malpraktik seolah-olah sudah menjadi milik profesi kedokteran, karena pada saat malpraktik dibicarakan maka asosiasinya adalah malpraktik profesi dokter. Malpraktik dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau tidak dengan kesengajaan. Perbedaannya terletak pada motif dari tindakan yang dilakukannya. Apabila dilakukan secara sadar & tujuannya diarahkan kepada akibat atau tidak perduli akan akibat yang dapat ditimbulkan dari tindakan tersebut & dokter tersebut mengetahui bahwa tindakan itu bertentangan dengan hukum, maka tindakan ini disebut tindakan malpraktik. Dalam pengertian sempit, disebut juga sebagai malpraktik kriminal. Suatu tindakan dikatakan malpraktik kriminal apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela (actus reus)
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea)
3) Merupakan perbuatan sengaja (intensional), ceroboh (recklessness) atau kealpaan (negligence)
Apabila tindakan tersebut tidak didasari dengan motif untuk menimbulkan akibat buruk, maka tindakan tersebut adalah tindakan kelalaian. Akibat yang ditimbulkan dari suatu kelalaian sebenarnya terjadi di luar kehendak yang melakukannya. Apabila disimak dari berbagai kasus malpraktik yang terjadi sebenarnya sebagian besar disebabkan oleh suatu kelalaian.
Oemar Seno Adji mengemukakan beberapa parameter untuk menentukan tindakan dokter dapat dikatagorikan sebagai malpraktik khususnya apabila ada unsur ‘culpa’ adalah:
1) Kecermatan (zorgvuldigheid)
2) Diagnosis & terapi
Perbuatan tersebut dilakukan oleh dokter yang sangat tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya, kemampuan yang wajar & pengalaman yang dimiliknya.
3) Standar Profesi Medis
Setiap kamus memberikan definisi malpraktik yang tidak seragam, salah satu definisi malpraktik dikemukakan oleh J.D. Peters, yang berbunyi: ‘any professional misconduct, including the unreasonable lack of skill or fidelity in carrying out professional or fiduciary duties’. Namun demikian, dari berbagai definisi yang ada dalam berbagai kamus tersebut dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah apabila:
1) Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan
2) Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence)
3) Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pembuktian dalam hal malpraktik merupakan upaya untuk mencari kepastian yang layak melalui pemeriksaan & penalaran hukum tentang benar tidaknya peristiwa itu terjadi & mengapa mengapa peristiwa itu terjadi. Jadi tujuan pembuktian ini adalah untuk mencari & menemukan kebenaran materil, bukan mencari kesalahan terdakwa. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk & keterangan terdakwa. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP hakim dapat menjatuhkan pidana dengan syarat ada dua alat bukti yang sah & keyakinan hakim yang diperoleh dari dua alat bukti tersebut atau sistem pembuktian menurut teori ‘negative wetelijk’, karena menggabungkan antara unsur keyakinan hakim & unsur alat-alat bukti yang sah menurut UU.
 Keterangan saksi
Berdasarkan Pasal 1 butir 26 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri & ia alami sendiri. Keterangan saksi ini menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP merupakan salah satu dari alat bukti dalam perkara. Untuk menggunakan keterangan saksi sebagai alat bukti diperlukan paling sedikit 2 orang saksi, karena satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis). Dalam kasus ini beberapa saksi dapat diajukan di dalam persidangan pidana antara lain saksi korban, dokter anestesi & perawat yang turut dalam tindakan operasi. Keluarga penderita tidak dapat dijadikan saksi karena mereka termasuk memiliki hubungan keluarga/semenda sampai derajat ketiga dengan terdakwa yang dilarang menjadi saksi berdasarkan Pasal 168 KUHAP dgn kekecualian Pasal 169.
 Keterangan ahli
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang berkeahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seorang dokter yang sederajat keahliannya dapat dijadikan pemberi keterangan ahli & dalam penunjukannya akan lebih baik apabila berkonsultasi dengan IDI. Mereka termasuk dalam kelompok yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1 butir 28, Pasal 120, & Pasal 179 ayat (1) KUHAP. Keterangan ahli pada kasus ini diperlukan untuk membuat suatu perkara pidana malpraktik tersebut menjadi lebih terang & jelas.
 Alat bukti surat
Rekam medik penderita selama menjalani perawatan di sarana kesehatan dapat dijadikan alat bukti surat, karena rekam medik dibuat berdasarkan undang-undang (UU no.29/2004). Dari rekam medik ini akan dapat dilihat apa yang dilakukan dokter selama operasi berlangsung dari laporan operasi yang dibuat oleh dokter.
 Alat bukti petunjuk
Alat bukti petunjuk merupakan alat bukti berupa perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan telah terjadi suatu tindak pidana & siapa pelakunya.
 Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa merupakan pernyataan terdakwa tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri. Keterangan dokter yang melakukan tindakan medik dapat dijadikan alat bukti yang kebenarannya dapat dicocokan dengan rekam medik
G. PERJANJIAN TERAPETIK
Menurut Subekti suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalain Pasal 1320 KUHPerdata yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya (toestetning van degenen die zich verbinden
2. Adanya keeakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene verbintenis aan te gaan);
3. Mengenai sesuatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
4. Suatu sebab yang diperholehkan (eene geoorloofdeoorzaak).
Unsur pertama dan kedua disebut sebagai Syarat subjektif, karena kedua unsur ini langsung menyangkut orang atau subjek yang rnembuat perjanjian. Apabila salah satu dari Syarat subjektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut atas Permohonan pihak yang bersangkutan dapat dibatalkan oleh hakim. Maksudnya perjanjian tersebut selama belum dibatalkan tetap berlaku, jadi harus ada putusan hakim untuk membatalkan pejanjian tersebut. Pembatalan mulai berlaku sejak putusan hakim memperoleh kekuatan hukum yang tetap jadi perjanjian itu batal tidak sejak semula atau sejak perjanjian itu dibuat.
Unsur ketiga dan keempat disebut unsur objektif, dikatakan demikian karena kedua unsur ini menyangkut Obiek Yang dipedanjikan. Jika salah satu dari unsur ini tidak terpenuhi, perjanjian tersebut atas permohonan pihak yang bersangkutan atau secara ex officio dalam putusan hakim dapat dinyatakan batal demi hukum oleh hakim. Oleh karena perjanjian itu dinyatakan batal demi hukum, maka perjanjian tersebut dianggap tidak pemah ada. Jadi pembatalannya adalah sejak semula (ex tunc), konsekuensi hukumnya bagi para pihak, posisi kedua belah pihak dikembalikan pada posisi semula sebelum perjanjian itu dibuat.
• KESALAHAN DAN KELALAIAN DALAM PERJANJIAN TERAPETIK
Pengertian kesalahan diartikan secara umum, yaitu perbuatan yang secara objektif tidak patut dilakukan.
kesalahan dapat terjadi akibat:
1. kurangnya pengetahuan,
2. kurangnya pengalaman,
3. kurangnya pengertian, serta
4. mengabaikan suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.
Apabila hal itu dilakukan oleh dokter, baik dengan sengaja maupun karena kelalaiannya dalam upaya memberikan perawatan atau pelayanan kesehatan kepada pasien, maka pasien atau keluarganya dapat minta pertanggungjawaban (responsibility) pada dokter yang bersangkutan. Bentuk pertanggungjawaban yang dimaksud di sini meliputi pertanggungjawaban perdata, pertanggungjawaban pidana, dan pertanggungjawaban hukum administrasi.
Dalam hukum perdata dikenal dua dasar hukum bagi tanggung gugat hukum (liability), yaitu:
1. Tanggung gugat berdasarkan wanprestasi atau cedera janji atau ingkar janji sebagaimana diatur dalarn Pasal 1239 KUHPerdata.
2. Tanggung gugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Jika seorang dokter melakukan penyimpangan terhadap standar pelaksanaan profesi ini, secara bukum sang dokter dapat digugat melalui wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.
Ajaran mengenai wanprestasi atau cederajanji dalam hukum perdata dikatakan, bahwa seseorang dianggap melakukan wanprestasi apabila (Subekti, 1985 : 45):
1. tidak melakukan apa yang disepakati untuk dilakukan;
2. melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;
3. melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan;
4. melakukan sesuatu yang menurut hakikat perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dari keempat unsur tersebut yang paling erat kaitannya dengan kesalahan yang dilakukan oleh dokter adalah unsur ketiga, sebab dalam perjanjian terapeutik yang harus dipenuhi adalah upaya penyembuhan dengan kesungguhan. Dengan demikian apabila pasien atau keluarganya mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi, pasien harus membuktikan bahwa pelayanan kesehatan yang diterimanya tidak sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam informed consent atau dokter menggunakan obat secara keliru atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya.
Sedangkan untuk mengajukan gugatan terhadap rumah sakit, dokter, atau tenaga kesehatan lainnya dengan alasan berdasarkan Perbuatan melanggar hukum harus dipenuhi empat unsur berikut.
1. Adanya pemberian gaji atau honor tetap yang dibayar secara periodik kepada dokter atau tenaga kesehatan yang bersangkutan.
2. Majikan atau dokter mempunyai wewenang untuk rnemberikan instruksi yang harus ditaati oleh bawahannya.
3. Adanya wewenang untuk mengadakan pengawasan.
4. Ada kesalahan atau kelalaian yang diperbuat oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya, di mana kesalahan atau kelalaian tersebut menimbulkan kerugian bagi pasien.
Aspek negatif dari bentuk tanggung gugat dalam pelayanan kesehatan, adalah karena pasien mengalami kesulitan membuktikannya. Pada umumnya pasien tidak bisa membuktikan bahwa apa yang dideritanya, merupakan akibat dari kesalahan dan atau keialaian dokter dalam perawatan atau dalam pelayanan kesehatan. Kesulitan dalam Pembuktian ini karena pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai terapi dan diagnosa yang dialaminya atau yang dilakukan dokter kepadanya. Menyadari hal ini, dengan maksud untuk melindungi kepentingan hukum pasien yang dirugikan akibat Pelayanan kesehatan, beberapa sarjana mengusulkan diterapkannya pembuktian terbalik bagi kepentingan pasien.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan gugatan atas kesalahan atau keialaian yang dilakukan dokter, pasien harus mengajukan bukti-bukti untuk menguatkan dalil gugatannya. Berdasarkan alat-alat bukti inilah hakim mempertimbangkan apakah menerima atau menolak gugatan tersebut.
Hubungan antara dokter dengan pasien yang lahir dari transaksi terapeutik, selain menyangkut aspek hukum perdata juga menyangkut aspek hukum pidana. Aspek pidana baru timbul apabila dari pelayanan kesehatan yang dilakukan,,berakibat atau menyebabkan pasien mati atau menderita eacat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 359, 360, dan 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Apabila hal ini terjadi maka sanksinya bukan hanya suatu ganti rugi yang berupa materi, akan tetapi juga dapat merupakan hukuman badan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP.
Dasar untuk mempermasalahkan aspek pidananya, berawal dari hubungan keperdataan yang timbul antara dokter dengan pasien, yaitu berupa transaksi terapeutik sebagai upaya penyembuhan. Namun karena langkah yang diambil oleh dokter berupa terapi dalam usahanya memenuhi kewajiban itu, menimbulkan suatu kesalahan atau kelalaian yang berwujud suatu perbuatan yang diatur oleh hukum pidana, yaitu yang dapat berupa penganiayaan atau bahkan pembunuhan, baik yang disengaja maupun karena kelalaian, maka perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan.
Secara teoretis mungkin mudah memberikan pengertian tentang kesalahan, di mana kesalahan menurut hukum pidana terdiri dari kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa). Dalam praktiknya akan timbul, permasalahan tentang pengertian kesalahan ini, terutama yang menyangkut dengan kesalahan dan atau kelalaian dalam bidang pelayanan kesehatan. Kesulitan akan timbul untuk menentukan adanya suatu kelalaian karena dari semula perbuatan atau akibat yang timbul dalam suatu peristiwa tidak dikehendaki oleh pembuatnya. Pada hakikatnya kelalaian baru ada apabila dapat dibuktikan adanya kekurang¬hati-hatian.
Kesalahan dokter dalam melaksanakan tugasnya sebagian besar terjadi karena kelalaian, sedangkan kesengajaan jarang terjadi. Sebab apabila seorang dokter sengaja melakukan suatu kesalahan, hukuman yang akan diberikan kepadanya akan lebih berat. Dalam hukum pidana, untuk membuktikan adanya keialaian dalam pelayanan kesehatan harus ada paling tidak empat unsur (Soekanto, 1987:157).
1. Ada kewa iban yang timbul karena adanya perjanjian;
2. Ada pelanggaran terhadap kewajiban, misainya dokter telah gagal bertindak sesuai nonna yang telah ditentukan diseba atau keialaian, contohnya perbuatan dokter yang standar perawatan bagi pasiennya.
3. Ada penyebab. Hubungan sebab akibat yang paling langsung dapat timbul dalam hubungan dokter dengan pasien, yailu perbuatan dokter timbul akibat yang merugikan pasien. Akan tetapi sebab yang tidak langsung pun dapat menjadikan sebab hukum, apabila sebab itu telah menimbulkan kerugian bagi pasien. Misalnya akibat dari pemakaian suatu obat yang diberikan dokter.
4. Timbul kerugian. Akibat dari perbuatan dalam hubungan dokter dengan pasien dapat timbul kerugian, baik yang bersifat langsung aupun tidak langsung. Kerugian itu dapat mengenai tubuh pasien sehingga menimbulkan rasa tidak enak.
Terhadap kesalahan dokter yang bersifat melanggar tata nilai surnpah atau kaidah etika profesi, pemeriksaan dan tindakan, dilakukan oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (H)I), dan atau atasan langsung yang berwenang (yaitu pihak Departemen Kesehatan Republik Indo¬nesia). Pemeriksaan dibantu oleh perangkat Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) atau Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK). Lembaga ini merupakan badan non-struktural Departemen Kesehatan yang dibentuk dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 54/Menkes/Per/Xll/ 1 982. Tugas lembaga ini memberi pertimbangan etik kedokteran kepada menteri kesehatan, menyelesaikan persoalan etik kedokteran dengan memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan. Dasar hukum yang digunakan adalah hukum disiplin dan atau hukum administrasi sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan, surat kepuu~ menteri kesehatan yang bersangkutan. Misalnya seorang dokter berbuat yang dapat dikualifikasikan melanggar sumpah dokter. setelah diadakan pemeriksaan dengan teliti dapat dijatuhi sanksi menurut Pasal 54 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Poernomo (1 984: 76); unsur melawan hukum menjadi dasar bagi suatu tindak pidana, karena selain bertentangan dengan undang-undang, termasuk pula perbuatan yang bertentangan dengan hak seseorang atau kepatutan masyarakat.
Pengertian perbuatan melawan hukum seperti apa yang dikemu¬kakan oleh J.B. van Bemmelen (1 987 : 149 – 150):
o Bertentangan dengan ketelitian yang pantas dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau barang.
o Bertentangan dengan kewajiban yang ditetapkan oleh undang-¬undang.
o Tanpa hak atau wewenang sendiri.
o Bertentangan dengan hak orang lain.
o Bertentangan dengan hukum objektif
Dalam hukum pidana terdapat dua ajaran mengenai sifat melawan hukum, yakni: ajaran melawan hukum formal dan ajaran melawan hukun materiil. Menurut ajaran melawan hukum formal, suatu perbuatan telah dapat dipidana apabila perbuatan itu telah memenuhi semua unsur-unsur dari rumusan suatu tindak pidana (delik) atau telah cocok dengan rumusan pasal yang bersangkutan.
Pada ajaran melawan hukum materiil untuk dapat menjatuhkan pidana terhadap suatu perbuatan tidak cukup hanya dengan melihat: apakah perbuatan itu telah memenuhi rumusan pasal tertentu dalam KUHP, melainkan perbuatan itu juga harus dilihat secara materiil. Maksudnya apakah perbuatan itu bersifat melawan hukum secara sungguh-sungguh yaitu dilakukan dengan bertanggungjawab atau tidak.
kesalahan selalu ditujukan pada perbuatan yang tidak patut, Yaitu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan dan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya mesti dilakukan. Mengenai apa yang dimaksud dengan kesalahan, menurut Simons: Kesalahan adalah keadaan psikis orang yang melakukan perbuatan dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukannya yang sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela karena perbuatan tersebut.
Kesalahan berarti bukan hanya perbuatan yang dilakukan itu dinilainya secara objektif tidak patut akan tetapi juga dapat dicelakan kepada pelakunya karena perbuatan itu “dianggap” jahat. Antara perbuatan dan pelakunya selalu membawa celaan, oleh karenanya kesalahan itu juga dinamakan sebagai yang dapat dicelakan. Namun harus diingat bahwa sesuatu yang dapat dicelakan bukanlah merupakan inti dari suatu kesalahan melainkan merupakan akibat dari kesalahan itu. Bila hal ini dikembahkan pada asas “Tiada pidana tanpa kesalahan” berarti untuk dapat dijatuhi suatu pidana, disyaratkan bahwa orang tersebut telah berbuat yang tidak patut secara objektif dan perbuatan itu dapat dicelakan kepada pelakunya.
Menurut ketentuan yang diatur dalam hukum pidana bentuk-¬bentuk kesalahan terdiri dari berikut ini.
1. Kesengajaan, yang dapat dibagi menjadi:
• kesengajaan dengan maksud, yakni di mana akibat dari perbuatan itu diharapkan timbul, atau agar peristiwa pidana itu sendiri terjadi
• b) kesengajaan dengan kesadaran sebagai suatu keharusan atau kepastian bahwa akibat dari perbuatan itu sendiri akan terjadi, atau dengan kesadaran sebagai suatu kemungkinan saja.
• c) kesengajaan bersyarat (dolus eventualis). Kesengajaan bersyarat di sini diartikan sebagai perbuatan yang diakukan dengan sengaja dan diketahui akibatnya, yaitu yang mengarah pada suatu kesadaran bahwa akibat yang dilarang kemungkinan besar terjadi.
Menurut Sudarto Kesengajaan bersyarat atau dolus eventualis ini disebutnya dengan teori “apa boleh buat” sebab di sini keadaan batin dari si pelaku mengalarni dua hal, yaitu:
• Akibat itu sebenamya tidak dikehendaki, bahkan ia benci atau takut akan kemungkinan timbulnya akibat tersebut;
• Akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya, namun apabila akibat atau keadaan itu timbul juga, apa boleh buat, keadaan itu harus diterima. Jadi berarti bahwa ia sadar akan risiko yang harus diterimanya. Maka di sini pun terdtpat suatu pertimbangan yang menimbulkan kesadaran yang sifatnya lebih dari sekadar suatu kemungkinan biasa saja. Sebab sengaja dalam dolus eventualis ini, juga mengandung unsur¬unsur mengetahui dan menghendaki, walaupun sifatnya sangat samar st;kali atau dapat dikatakan hampir tidak terlihat sama sekali.
2. Kealpaan, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 359 KUHP.
kealpaan itu paling tidak memuat tiga unsur.
• Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum.
• Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh, dan kurang berpikir panjang.
• Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat perbuatannya tersebut.
Berpedoman kepada unsur-unsur kealpaan tersebut, dapat dipahami bahwa kealpaan dalam pelayanan kesehatan mengandung pengertian normatif yang mudah dilihat, artinya perbuatan atau tindakan kealpaan itu selalu dapat diukur dengan syarat-syarat yang lebih dahulu sudah dipenuhi oleh seorang dokter. Ukuran normatifnya adalah bahwa tindakan dokter tersebut setidak-tidaknya sama dengan apa yang di¬harapkan dapat dilakukan teman sejawatnya dalarn situasi yang sama.
Dalam kepustakaan, disebutkan bahwa untuk menentukan adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya seseorang harus dipenuhi empat unsur.
1. Terang melakukan perbuatan pidana, perbuatan itu bersifat melawan hukum.
2. Mampu bertanggungjawab.
3. Melakukan perbuatan tersebut dengan sengaja atau karena kealpaan.
4. Tidak adanya alasan pemaaf.

PENUTUP
KESIMPULAN
 Secara teoritis ada tiga kategori malpraktik dokter, yaitu: Intensional professional misconduct, negligence, dan lack of skill. Istilah malpraktik tidak dikenal dalam sistem hukum positif Indonesia, namun dalam undang-undang atau dalam hukum positif dikenal dengan istilah kesalahan dan kelalaian.
 Yang dimaksud dengan malpraktik adalah apabila:
o Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan
o Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence)
o Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
 KESALAHAN DAN KELALAIAN DALAM PERJANJIAN TERAPETIK
Pengertian kesalahan diartikan secara umum, yaitu perbuatan yang secara objektif tidak patut dilakukan.
kesalahan dapat terjadi akibat:
o kurangnya pengetahuan,
o kurangnya pengalaman,
o kurangnya pengertian, serta
o mengabaikan suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.

SARAN-SARAN
1. Perlu juga untuk menambah pengetahuan bagi para penegak hukum ini, khususnya pengetahuan dalam bidang ke dokteran, sehingga jika terjadi kasus malapraktek mereka dapat menyidik, menuntut dan memutus perkara dengan tepat sesuai dengan kemampuan/pengetahuannya. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mengadakan seminar-seminar atau diberikan semacam pendidikan khusus yang menyangkut masalah ke dokteran, khususnya hal-hal yang sangat erat kaitannya dengan kejadian-kejadian yang timbul di sekitar malapraktek. Atau minimal mereka diberikan suatu pegangan/pedoman tentang hokum untuk profesi dokteran dan segala aspeknya. Dari hal ini diharapkan agar nantinya setiap kasus malaprak-tek dapat benar-benar diselesaikan dengan tuntas.
2. Diharapkan kepada dokter akan lebih waspada dan hati-hati dalam melaksanakan tugasnya, masyarakat menjadi aman dan puas atas pelayanannya dan penegak hukum dapat lancar dalam bertugas, akhirnya penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana kita harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
• Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
• Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
• Kode Etik Kedokteran Indonesia
• Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS (eds). To Err is Human, building a safer health system. Washington: National Academy Press, 2000
• Mann A. Medical Negligence Litigation, Medical Assessment of Claims. Redfern: International Business Communications Pty Ltd, 1989.
• O’Rourke K. A Primer for Health Care Ethics. 2nd ed. Washington DC: Gergetown University Press, 2000.
• Plueckhahn VD and Cordner SM. Ethics, Legal Medicine & Forensic Pathology. Melbourne : Melbourne University Press, 1991.
• Schutte JE. Preventing Medical Malpractice Suits. Seattle: Hogrefe & Huber Publ, 1995
• Tan SY. The Medical Malpractice Epidemic in Singapore: Thoughts From Across the Sea. Singapore: Medico-legal Annual Seminar, 27-28 October 2001.
• Tjiong R. Worldwide trends of medical negligence claims and implications for Singapore from UMP perspective. Singapore: Medico-legal Annual Seminar, 27-28 October 2001.
• Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
• Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
• WMA. Statement on Medical Malpractice, adopted by the 4th World Medical Assembly, Marbella, Spain, September 1992
• Breen K, Plueckhahn V, Cordner SM. Ethics, Law and Medical Practice. St Leonard NSW: Allen & Unwin, 1997

Mengenali status gizi pada Balita

Mengenali status gizi pada Balita

Gizi buruk adalah kondisi tubuh yang tampak sangat kurus, karena makanan yang dimakan setiap hari tidak dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan,terutama kalori dan protein.

Penyebab dari gizi buruk adalah :
1.Balita tidak mendapat ASI Eksklusif ( ASI saja ) atau sudah mendapat
selain ASI sebelum umur 6 bulan,
2.Balita disapih sebelum umur 2 tahun.
3.Balita tidak mendapat Makanan Pendamping ASI ( MP – ASI )pd umur 6 bln atau lebih.
4.MP –ASI kurang dan tidak bergizi.
5.Setelah umur 6 bulan balita jarang disusui.
6.Balita menderita sakit dalam waktu lama seperti diare,campak,TBC,batuk pilek.
7.Kebersihan diri kurang dan lingkungan kotor.

Tanda awal dari Balita gizi buruk adalah: Berat badan anak,letak titiknya dalam KMS jauh berada dibawah garis merah ( BGM ).

Tanda fisik Balita Gizi Buruk ( Marasmus )
1.Anak sangat kurus
2.Wajah seperti orang tua
3.Cengeng dan rewel
4.Rambut tipis,jarang dan kusam.
5.Kulit keriput.
6.Tulang iga tampak jelas.
7.Pantat kendur dan keriput.
8.Perut cekung.

KWASHIORKOR
1.Wajah bulat dan sembab.
2.Cengeng dan rewel.
3.Apatis.
4.Rambut tipis,warna rambut jagung,mudah dicabut tanpa rasa sakit.
5.Kedua punggung kaki bengkak.
6.Bercak merah kehitaman di tungkai atau pantat.

MARASMIK – KWASHIORKOR
Gabungan tanda – tanda marasmus dan kwashoirkor.

AKIBAT GIZI BURUK
1.Menyebabkan kematian bila tidak segera ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.
2.Kurang cerdas.
3.Berat dan tinggi badan pada umur dewasa lebih rendah dari anak normal.
4.Sering sakit infeksi seperti batuk,pilek,TBC dan lain – lain.

Skizofrenia dan cara pengobatannya

Skizofrenia alias penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia, ternyata bisa dikendalikan, tanpa harus memasukkan penderita ke rumah sakit jiwa. Dukungan keluarga dan teman, menjadi salah satu obat penyembuh yang sangat berarti, selain tentu saja dukungan para ahli medis.
Seperti dilansir laman schizophrenia, hasil penelitian dalam dekade terakhir menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia memang lebih dominan akibat faktor genetik, stres dan lingkungan pada awal perkembangan anak (selama kehamilan dan kelahiran, dan / atau anak usia dini).
Faktor-faktor ini mengakibatkan perubahan halus dalam otak yang membuat seseorang rentan untuk mengalami skizofrenia.Tekanan fakor lingkungan dan stres berkepanjangan (selama masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda), dapat merusak otak
lebih lanjut dan memicu skizofrenia. Bahkan para ahli sekarang mengatakan bahwa skizofrenia (dan semua penyakit mental lainnya) disebabkan oleh kombinasi biologis, psikologis dan faktor-faktor sosial, dan pemahaman tentang penyakit mental disebut bio-psiko-model sosial.
Menurut penelitian, apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap skizofrenia. Apabila ada salah satu saudara sekandung yang menderita, maka anak berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%.
Lantas bagaimana dengan saudara kembar? Apabila tidak kembar identik, maka potensinya 5%-10%, sementara untuk anak kembar identik potensi menderita skizofrenia sebesar 25%-45%. Sedangkan jika penderita skizofrenia adalah salah satu dari kedua orang tua, maka anak berpotensi sebesar 15%-20%. Skizofrenia bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan yang mengidap penyakit ini adalah mereka yang berusia 20 hingga awal 30-an tahun. Sementara pada kelompok jenis kelamin laki-laki lebih dini, yakni akhir usia remaja hingga awal 20-an tahun.
Gejala penderita skizofrenia antara lain: Delusi; Halusinasi; Cara bicara/berpikir yang tidak teratur; Perilaku negatif, seperti kasar, kurang termotivasi, muram, perhatian menurun.
Penanganan: Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan; Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya; Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh; Perawatan yang dilakukan para ahli bertujuan mengurangi gejala skizpofrenia dan kemungkinan gejala psychotic; Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.
Meskipun mekanisme yang tepat yang mendasari perkembangan skizofrenia baru saja mulai dipahami, penelitian menunjukkan tindakan penting individu dan keluarga dapat mengambil (atau menghindari) untuk menurunkan risiko skizofrenia dan penyakit mental lainnya.
Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri si penderita. Mereka harus sabar menerima kenyataan, karena penyakit skizofrenia sulit disembuhkan.
Ilustrasi penyakit skizofrenia mungkin dapat diambil dari film film A Beautiful Mind.
Sebuah lantai tampak penuh coretan rumus matematika rumit. seorang pria dengan wajah tertunduk, terpaku pada rumus-rumus itu. Berkat kejeniusannya, William Parcher seorang agen penting pemerintah AS mempercayakan John Nash untuk memecahkan kode-kode rahasia yang berkaitan dengan intelijen negara.
Langkah ini membawa Nash terlibat dalam konspirasi dan propaganda perang dingin antara Amerika Serikat (AS) melawan Uni Soviet (Rusia). Alhasil, John Nash, pengajar di Massachuset Institute of Technology sibuk berkutat dengan teori-teori sambil mengurung diri di kamarnya yang penuh dengan coretan-coretan.
Belakangan baru diketahui bahwa pekerjaan Nash untuk kegiatan intelijen ternyata hanya ilusi belaka. Dia menderita penyakit skizofrenia. Meski akhirnya bisa kembali ke rumah dan berkumpul bersama keluarganya, Nash tidak pernah sembuh total.
Namun dukungan istri dan teman-temannya membuat dia berhasil melawan ilusi agen-agen intelijen. Nash terus berusaha mengendalikan diri dan berdamai dengan ilusinya. Kemudian, kejeniusannya mengantarkan hadiah nobel yang diterima pada tahun 1994.
Hingga saat ini, jumlah penderita skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk dunia. Sedangkan di Indonesia, sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk. Mungkin tidak terlalu besar, namun jumlah penderita skizofrenia di dunia terus bertambah.
Masalahnya banyak keluarga yang belum mengerti benar apa itu skizofrenia. Ketidakmengertian itu melahirkan jalan pintas. Rata-rata memasukan kerabatnya ke rumah sakit jiwa. Padahal penyakit ini bisa dikendalikan. Dengan kemauan diri yang keras dan dukungan keluarga, penderitanya bisa hidup normal.
Menurut psikiater di sanatorium Dharmawangsa, dr L Suryantha Chandra, menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pengendalian skizofrenia. Keluarga harus menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita.
Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik.
“Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri si penderita. Mereka harus sabar dan menerima kenyataan, karena penyakit skizofrenia sulit disembuhkan. Berdasarkan penelitian, hanya satu dari lima penderita yang benar-benar bisa sembuh total,” katanya.
Meski demikian, Suryantha yang sudah lama berkecimpung menangani pasien skizofrenia mengatakan, penyakit skizofrenia bisa dikendalikan, sehingga penderita tetap bisa hidup normal di tengah masyarakat. “Saat ini sudah ada obat-obatan untuk mengembalikan fungsi otak, seperti antipsikotika dan neuroleptika. Sebanyak 80% penderita berhasil sembuh atau mengendalikan penyakitnya setelah mengonsumsi obat-obatan ini. Hanya saja, lama pemakaian tergantung kondisi penderita itu sendiri. Ada yang setahun, lebih dari tiga tahun, atau seumur hidupnya.
Pasca perawatan, biasanya penderita akan dikembalikan pada lingkungan keluarga. Penerimaan kembali oleh keluarga sangat besar artinya. Dalam berbicara tidak boleh emosional, agar tidak memancing kembali emosi penderita.




• Pengobatan Allopurinol sbg terapi tambahan terapi antipsikotik pada pasien skizofrenia kronik

Dari data yang ada menunjukkan bahwa saat ini telah diketahui bahwa adenosin berperan dalam produksi neurotransmitter dopamin di otak. Pemberian Agonis dopamin dan Antagonis menghasilkan efek terhadap tingkah laku yang sama diantara keduanya.
Allopurinol, yang merupakan obat hipourisemia yang dapat menghambat enzim xantine oxidase, telah dicoba digunakan sebagai obat tambahan pada pasien yang kurang respon terhadap pengobatan skizofenia. Ditambahkan lagi bahwa efek neuropsikiatrik dari Allopurinol pada pasien skizofrenia terutama bekerja pada penghambatan degradasi dari purin. Hal ini justru akan meningkatkan aktivitas Adenonin atau bersifat Adenosinergik yang pada akhirnya akan ikut meningkatkan aktivitas neurotransmitter dopamine di otak pada pasien skizofenia, dimana pada pasien skizofrenia beberapa jalur dopaminnya terganggu. Efek inilah yang masih terus dicari dan diteliti mengenai peranan Allopurinol terhadap pasien skizofrenia yang mengalami kegagalan terapi.
Pernah diteliti pada sekitar 46 pasien skizofenia kronik, yang ditegakkan terlebih dahulu dengan kriteris DSM IV, lamanya penelitian adalah 8 minggu dengan menambahkan Allopurinol pada terapinya.
Pasien dialokasikan secara acak dengan model :
- 23 pasien diterapi dengan Haloperidol 15 mg/hari ditambah Allopurinol 300 mg/hari
- 23 pasien diterapi dengan Haloperidol 15 mg/hari ditambah dengan plasebo.
Meskipun dari hasil terapi kedua kelompok terlihat penurunan untuk penilaian gejala positif dan negatif ataupun gejala patologiknya, namun hasilnya lebih terlihat pada kelompok yang ditambahkan Allopurinol jika dibandingkan hanya yang diterapi hanya dengan Haloperidol saja pada berbagai gejala yang diamati dengan scoring total PANSS.
Skala untuk menilai gejala ekstrapiramidal lebih banyak pada pasien yang hanya mendapatkan Haloperidol jika dibandingkan dengan penambahan Allopurinol secara bermakna. Perbedaan secara bermakna terlihat pada minggu ke 6 dan ke 8 terapi.
Dari hasil penelitian awal ini disimpulkan bahwa penambahan Allopurinol sebagai terapi tambahan pemakaian pasien skizofrenia kronik yang memang sulit sekali sembuh tampak efektif, meskipun masih dibutuhkan pembuktian yang jauh lebih besar lagi
Pernah juga dianalisa oleh Cochrane Library (yang mengambil data-data dari tahun 1966 sampai 2006) dan data dari International Pharmaceutical Abstracts (diambil dari tahun 1970 hingga Oktober 2006), dimana data digunakan sebagai bahan penilaian terhadap pemakaian Allopurinol untuk terapi tambahan pada pasien skizofrenia. Semua data yang ada berhasil dievaluasi dan diidentifikasi.
Dari hasil pengkajian ulang disebutkan bahwa neurotransmitter dopamine yang berhubungan antara patofisiologi skizofrenia dan penggunaan antipsikotik atipik melalui penghambatan transmisi dopaminergik, dan dapat memperbaiki gejala positif, bagaimanapun diakibatkan karena penghambatan terhadap dopamine. Tetapi penghambatan ini ternyata tidak semuanya dapat memperbaiki gejala dari skizofrenia, banyak sekali data yang menyebutkan bahwa neurotransmitter yang turut berperan pada patogenesis terjadinya skizofrenia. Hingga selanjutnya, ditemukan antipsikotik atipik yang bekerja pada berbagai target reseptor neurotranmiter telah dimilikinya sebagai first-line therapies.
Sebuah perkembangan baru memunculkan sebuah hipotesis purinergic untuk skizofrenia. Peningkatan transmisi adenosinergik dapat menurunkan afinitas dari aktivitas dopamine pada reseptor dopamine. Allopurinol, yang merupakan penghambat Xanthine Oxidase mungkin merupakan suatu obat yang dapat meningkatkan sirkulasi Adenosin dan mungkin pada akhirnya memberikan efek sebagai antipsikotik dan anxiolitik. Sebuah kemajuan dari sebuah data bahwa penggunaan Allopurinol sebagai terapi tambahan telah dilaporkan dari hasil penelitian dari kasus yang terbatas.
Dosis Allopurinol yang digunakan sebagai terapi tambahan adalah 300 mg, 1 atau 2 kali sehari mungkin dapat dipakai untuk mempengaruhi gejala psikotik pasien skizofenia terutama pada gejala positif.

• Piracetam sebagai terapi ajuvan skizofrenia
Glutamat, merupakan asam amino dikarboksilat dan merupakan neurotransmiter utama di dalam otak mamalia termasuk manusia. Glutamat ini merupakan neurotransmiter yang bersifat eksitatorik pada korteks serebri. Seperti diketahui bersama, glutamat ini merupakan neurotransmiter yang berpengaruh terhadap patofisiologi terjadinya beberapa gangguan mental. Dari sekian banyak review yang ada diantaranya disebutkan bahwa glutamat dan reseptornya berkontribusi baik di dalam aspek memori, gerakan (motorik), persepsi dan perkembangan sel-sel saraf. Selain itu, studi-studi yang ada menunjukkan bahwa glutamat juga berpengaruh di dalam gangguan jiwa seperti, gangguan atensi, depresi, gangguan bipolar bahkan pada skizofrenia, hal ini dihubungkan dengan adanya reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) yang hipofungsi pada pasien-pasien tersebut. Dari literatur yang ada tersebut reseptor NMDA dianggap mempunyai potensi dalam penatalaksanaan gangguan jiwa. Perbaikan terhadap aktivitas NMDA diharapkan akan memberikan efek terhadap perbaikan gangguan jiwa.

Piracetam merupakan suatu neuroprotektor yang mempunyai efek neuronal maupun vaskuler. Efek neuronal ini diantaranya adalah efek terhadap neurotransmisi. Dari studi in vitro, dibuktikan bahwa pemberian piracetam akan memperbaiki sistem neurotransmiter kolinergik, serotoninergik, nor-epinefrin, dan glutaminergik. Penggunaan piracetam selama 14 hari menunjukkan peningkatan secara bermakna densitas reseptor NMDA di daerah otak depan dari hewan coba marmut yang sudah tua, yaitu sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa piracetam mampu mengembalikan fungsi reseptor NMDA pada studi hewan coba. Namun apakah studi hewan coba ini memberikan korelasi yang positif dalam penggunaan studi klinis ?

Dari suatu studi dalam skala kecil, dimana studi klinis ini melibatkan sebanyak 30 pasien skizofrenia sesuai dengan DSM IV dilakukan penelitian untuk melihat efek pemberian piracetam jika dibandingkan dengan plasebo yang dikombinasikan dengan antipsikotik. Adapun latar belakang studi ini seperti dalam literatur yang ada, yang menunjukkan adanya hipotesa hiperdopaniergik dan adanya penurunan aktivitas reseptor NMDA pada pasien skizofrenia. Sehingga dalam studi ini diberikan intervensi dengan pemberian antipsikotik (haloperidol) dan nootropik yaitu piracetam yang mempunyai potensi memodulasi reseptor glutamat.

Setalah dilakukan proses randomisasi, subyek dikelompokkan menjadi kelompok yang mendapat haloperidol 30 mg/ hari yang dikombinasikan dengan piracetam 3.200 mg/ hari (yaitu sebanyak 14 subyek), dan kelompok subyek yang mendapatkan haloperidol 30 mg/ hari ditambahkan plasebo (sebesar 16 subyek). Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa, walaupun kedua dikelompokkan, menunjukkan penurunan yang bermakna dari skor gejala positif, gejala negatif, serta gejala umum dari psikopatologis, serta skor PANSS total secara keseluruhan selama penelitian, namun ternyata pada kelompok yang mendapatkan kombinasi haloperidol dan piracetam menunjukkan superioritas yang lebih baik daripada kelompok yang hanya mendapatkan haloperidol saja.

Piracetam yang merupakan obat dari kelompok nootropik ini mempunyai manfaat yang positif dalam memodulasi respetor glutamat, dan mungkin memberikan manfaat dalam terapi skizofrenia yang dikombinasikan dengan obat-obat neuroleptik.

Bagaimana obat Skizoprenia bekerja?

Tidak ada yang tahu secara persis bagaimana obat Skizoprenia ini bekerja. Kebanyakan obat Skizoprenia berefek sedatif, dan memblokade efek dari dopamin, zat kimia yang bertanggung jawab membawa sinyal di antara sel otak. Obat Skizoprenia menginterupsi arus informasi yang mungkin terlalu tinggi pada penderita Skizoprenia.

Berapa cepat obat Skizoprenia bekerja?

Hal ini tergantung pada bagaimana obat Skizoprenia digunakan, apakah diminum secara oral atau disuntikkan. Jika digunakan dengan cara disuntikkan efek sedatifnya cepat dan mencapai puncaknya hanya 1 jam. Jika digunakan dengan cara diminum baik tablet maupun sirup, biasanya efek sedatifnya baru tercapai berjam-jam lebih lama. Akan tetapi, untuk menghilangkan gejala mendengar suara yang aneh memerlukan waktu beberapa hari atau minggu.
Obat-obat Skizoprenia
Chlorpromazine

Memiliki potensi yang lemah, dan merupakan obat pembanding bagi obat lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet untuk oral dan larutan suntik.
Fluphenazine

Fluphenazine memiliki efek samping yang lebih ringan dari Chlorpromazine dalam hal sedasi dan efek muskariniknya, tetapi efek samping kejang otot dan sulit istirahat lebih berat. Hal ini dapat menyebabkan depresi. Tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 5 mg.
Haloperidol

Merupakan golongan Butirofenon, obat Skizoprenia ini berguna untuk menenangkan keadaan mania pada penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi Fenotiazin.

Pemakaian bersamaan dengan Litium dan Fluoxetine dapat meningkatkan kadar obat Haloperidol dalam darah.
Levomepromazine/methotrimeprazine

Merupakan senyawa dimetilaminopropil yang mempunyai potensi rendah dengan efek samping sedasi lebih besar dibanding Chlorpromazine. Pada pasien berumur lebih dari 50 tahun harus diperhatikan tekanan darahnya.
Pimozide

Pimozide adalah turunan Diphenylbutylpiperidine dengan kegunaan neuroleptiknya untuk menangani Skizoprenia kronis. Obat Pimozide tidak memberikan efek sedasi dan dapat diberikan dalam satu kali pemakaian sehari.

Mekanisme kerja dari Pimozide berhubungan dengan aksi kerjanya pada reseptor aminergik pusat. Obat ini mempunyai kemampuan secara selektif untuk memblokade reseptor Dompaminergik pusat, meskipun pada dosisi tinggi mempengaruhi perubahan Norepineprin
Prochlorperazine

Prochlorperazine merupakan derivat Fenotiazin yang bekerja dengan cara memblok reseptor Dopamin di otak. Penyakit kejiwaan terutama Skizoprenia menurut penelitian disebabkan oleh overaktivitas dari Dopamin di otak. Prochlorperazine digunakan untuk jangka panjang pada gangguan jiwa seperti Skizoprenia. Obat ini juga dapat untuk jangka pendek untuk mengatasi rasa cemas dan mania yang akut.
Thioridazine

Thioridazine merupakan turunan dari Fenotiazin yang dapat menyebabkan detak jantung tak menentu sehingga perlu pengawasan dokter dalam pemakainnya. Penderita harus menjalankan ECG dan tes darah sebelum menggunakan obat ini. Obat ini digunakan bila penderita Skizoprenia tidak merespon dengan obat lainnya. Ikuti cara pemakaian seperti yang diresepkan dokter, tanyakan ke dokter atau farmasis segala hala yang anda perlu tahu. Minum obat sesuai dengan resep tidak lebih tidak kurang.
Trifluoperazine (Stelazine)

Trifluoperazine merupakan turunan Fenotiazine, tersedia dalam bentuk tablet 1 mg dan 5 mg.
Aripiprazole

Obat ini dilisensikan di Inggris untuk digunakan sebagai obat Skizoprenia pada bulan Juni 2004. dalam penelitian obat ini efektif untuk mngurangi gejala-gejala Skizoprenia dengan efek samping lebih kecil dibanding Haloperidol. Obat ini juga tidak menyebabkan berat badan naik seperti obat antipsikotik lainnya.
Clozapine

Clozapine diresepkan untuk mengobati Skizoprenia bila obat antipsikosis lainnya tidak cocok.
Olanzapine

Olanzapine efektif dalam menjaga kesehatan penderita Skizoprenia dan kejiwaan lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi.
Quetiapine

Digunakan terutama untuk penderita dengan gejala parkinson yang tak bisa ditolerir, atau gejala-gejala yang disebabkan meningkatnya prolactin oleh obat lain. Cara kerja mirip dengan Clozapine.
Risperidone

Risperidone dapat mengurangi gejala positif dan negatif dari skizoprenia. Efeknya mirip dengan Chlorpromazine, tetapi mempunyai efek neuromuskular yang tidak kentara.

Tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi.

Semua obat di atas pembelian harus menggunakan resep dan pengawasan dokter.

Untuk pemilihan golongan antipsikosis / obat skizoprenia yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.

Di medicastore anda dapat mencari informasi antipsikosis / obat skizoprenia seperti ; kegunaan atau indikasi obat, generik atau kandungan obat, efek samping obat, kontra indikasi obat, hal apa yang harus menjadi perhatian sewaktu konsumsi obat, gambar obat yang anda pilih hingga harga obat dengan berbagai sediaan yang dibuat oleh pabrik obat. Sehingga anda dapat memilih dan beli antipsikosis / obat skizoprenia sesuai dengan resep dokter anda.